Rabu, 27 April 2016

REALITA DIBALIK RITUAL KEMATIAN ADAT SUKU SASAK

(http://berita.suaramerdeka.com/konten/uploads/2015/03/melayat-400x241.jpg)

Barbagai kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat karena masyarakat yang satu dengan masyarakaat lainnya tidak pernah memiliki satu kebudayaan yang sama persis atau dengan kata lain terdapat kebudayaan yang selalu berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya.
Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat satu tema kebudayaan yang ada dalam masyarakat Sasak di Lombok. Kebudayaan di Lombok sangat beranekaragam, mulai adat bagaimana upacara ketika melahirkan, perkawinan, ritual agama, keseharian, sampai dengan upacara saat kematian.
Akan tetapi disini saya akan menganngkat dalam upacara kematian adat sasak dengan berbagai suber refrensi melalui wawancara dengan tokoh adat sasak khususnya didesa saya
Dalam hal upacara kematian, masyarakat Sasak memiliki tradisi yang cukup unik yang tentunya tidak ada dalam masyarakat suku lain di Indonesia. Mulai ketika hari pertama meninggal (jelo mate) sampai hari kesembilan (nyiwak) dan hari-hari selanjutnya.
Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir kehidupan seseorang di dunia. Masyarakat meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si mati. Salah  satu peristiwa  yang harus  dilakukan adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan, atau mengawetkan mayat:
Upacara adat kematian yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan yaitu:
Di umumkan oleh marbot,biasanya dalam pengumuman ini disebutkan nama yang meninggal,tempat tinggal,hari jam meninggal,dan jam akan dikuburkan
Masyarakat Sasak Lombok pada umumnya menganut agama Islam masyarakat berdatangan baik dari desa tersebut atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat  persahabatan dan handai taulan. Kedatangan masyarakat ke tempat acara kematian tersebut disebut langar (Melayat).
Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang di tinggalkan  mati oleh keluarganya selain itu juga penghormatan terakhir bagi si almarhum , Mereka biasanya membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban yang terkena musibah hal ini bentuk rasa empati masyarakat terhadap orang yang terkena musibah.
Dalam pelaksanaannya, apabila yang meninggal laki-laki maka yang memandikannya  adalah laki-laki, demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang  memandikannya adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu biasanya tokoh agama setempat selain itu juga  biasanya pihak keluarga  yang ikut serta dalam memandikan almarhum Adapun macam air yang digunakan adalah air sumur maupun air PDAM juga biasanya pemandian ini ditutupi menggunakan kain putih selain itu dilubangi dibawah tempat pemandian almarhum, hal yang harus dipersiapkan dalam pemandian almarhum biasanya Daun Gol,cendane,kapur barus,sabun,dan sampo Setelah di mandikan mayat dibungkuskan pada acara ini, biasanya si mayit di taburi keratan kayu cendana atau cecame,kapas, dan parpum yang tidak beralqohol yang membungkus almarhum biasanya orang yang tau tata caranya dan perlengkapan yang digunakan oleh karenanya tidak sembarangan orang yang melakukan pekerjaan ini.
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu:
a)      Setelah seseorang dinyatakan meniggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Di ruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit  (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka  setelah hari kesembilan meninggalnya orang tersebut. Selesai dibungkus si mayat disalatkan di rumah oleh  keluarganya sebagai salat pelepasan, lalu dibawa ke masjid atau musala.
b)      Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam  kubur)
Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa, selain itu keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan.
     Upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut:
a)Mengumpulkan kayu bakar.
Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga)  dan  mitu (hari ketujuh) dengan cara perebaq kayu (menebang pohon).
b)      Pembuatan tetaring.
Pembuatan tetaring terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue) duduk bersila.
c)      Penyerahan bahan-bahan begawe.
Peyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Penyerahannya ini dilakukan pada hari mituq. Kemudian inaq gawe menyerahkan alat-alat upacara.
d)     Dulang Inggas Dingari
Disajikan kepada Penghulu atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari  meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari  diadakan upacara sembilan hari.
e)      Dulang penamat
Adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya.   kemudian  semua keluarga dan undangan dipimpin oleh Kyai melakukan do’a selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan Yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
f)       Dulang talet Mesan (Penempatan Batu Nisan)
Dimaksudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh Kyai yang memimpin do’a yang kemudian dulang ini dibagikan kepada  orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwak.

    Adapun nilai yang terkandung dalam prosesi adat kematian suku sasak dengan penjabaran nilai social, religi, pendidikan, maupun ekonomi
Dilihat dari nilai sosialnya yang berkaitan dengan prosesi kematian suku sasak pada dasarnya nilai sosial ini ada disetiap prosesi kematian karena didalam prosesi kematian ini adanya keterlibtan masyarakat dengan rasa empati,kepedulian yang erat dan saling tolong menolong sesama masyarakat dengan keluarga yang ditinggalkan contohnya saja apa prosesi belangar,pengkumuran,mituk,maupun sampai nyiwaq dengan ini membuktikan adanya nilai social yang erat yang kemudian menjadi kebiasaan antara masyarakat tidak perlu untuk dipanggil tapi kesadaran masing-masing mengapa demikian karena kesadaran mereka  bahwa mereka pasti akan diposisikan seperti almarhum entah kapan hanya Tuhan yang tau sehingga kalo ada masyarakat tidak ikut mengkuburi,maupun menyolati almarhum maka akan menjadi pembicaraan masyarakat umum.
    Sedangkan berkaitan  dengan nilai  religinya pada prosesi kematian adat sasak dapat kita lihat dari prosesi pemandiannya harus ditutup dengan kain putih nilai religi nya kain putih ini mendakan kesakralan,suci,selain itu yang terpenting kain putih ini menandkan agar hal-hal negative maupun menangkal  roh-roh jahat tidak ikut serta (seperti leaq )
Sedangkan dilihat dari nilai pendidikannya dapat terlihat bagaiamana dari setiap prosesi kematian adat sasak mengajarkan bagaimana bermasayarakat kepedulian yang erat antar masyarakat salaing  menghargai tolong menolong contohnya dalam pengkuburan bagaiamana masyarakat setempat bergotong royong untuk mencari bamboo yang dipotong kemudian sksn digunakan pada saat prosesi pengkuburan  almarhum inilah nilai pendidikan yang secara tidak langsung sudah diajarkan kemudian berkaitan dengan nilai langsungnya bagaimana masyarakat diwajibkan ikutserta dalam menyolatkan mayat sesuai ajaran Nabi SAW.
    Sedangkan yang terakhir berkaitan dengan nilai Ekonominya dari prosesi adat kematian suku sasak ini tidak ada
Berkaitan dengan tata cara pegajarannya hal ini sudah menjadi kodrat dan dilakukan oleh orang-orang  terdahulu yang kemudian sampai saat ini masih digunakan selain itu juga merupakan ajaran Nabi SAW sehingga secara tidak langsung akan muncul rasa kesadaran yang ada pada masyarakat untuk ikut serta dalam prosesi kematian

    Bahwa adat kematian suku sasak yang saat ini masih dipertahankan mengandung makna maupun nilai setiap acara yang dilakukan oleh karenanya yang namanya adat maupun budaya harus dipertahankan kaarifan localnya karena budaya itu sendiri hadir oleh masayarakat dan masyarakatlah yang melakukannya dibalik ini semua menyadarkan saya bahwa berbagai macam  budaya yang dimiliki masyarakat khususnya suku sasak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar